Fun Facts

Definisi Batik 

Seni menghias kain yang hanya menggunakan lilin/malam dan pewarna ini telah dipraktikkan selama bertahun-tahun. Kata ‘Tik’ pada batik berasal dari bahasa Melayu berarti titik-titik atau tetes-tetes (ref: buku The World of Indonesian Textile)

Batik paling sederhana dibentuk dari  tetes malam yang diterapkan pada sehelai kain dengan menggunakan tangkai.

Menurut Encyclopedia Britanica, Batik adalah ‘suatu kegiatan yang diawali dari proses penggambaran dengan ‘malam’ diteruskan dengan proses pewarnaan di atas kain dengan malam berfungsi sebagai zat penutup dan penolak warna sehingga kain tersebut berwujud batik’.

Untuk membuat batik, bagian kain yang dipilih ditutupi dengan cara disikat dan digambar dengan lilin panas. Kemudian kain dicelupkan  ke dalam pewarna. Bagian yang tertutupi lilin panas tidak menyerap pewarna dan meninggalkan warna aslinya. Proses pelilinan dan pencelupan dapat diulang untuk menghasilkan desain yang lebih rumit dan berwarna-warni. Setelah pencelupan terakhir , hilangkan lilinnya dan kain siap dipakai atau ditampilkan.

Batik kontemporer, yang masih banyak mengadaptasi batik terdahulu, memiliki gaya yang berbeda dari gaya tradisional dan formal. Sebagai contoh, seorang pembuat batik dapat membuat sketsa, menggunakan pola, stensil, menggunakan peralatan untuk pelilinan dan pencelupan, resep lilin yang dipadukan dengan sutra, katun, wol, kulit, kertas, bahkan kayu dan keramik.

Secara historis, batik adalah metode yang paling ekspresif dan halus. Pengembangan teknik memberikan kesempatan bagi para pembuat batik untuk mengeksplorasi proses-proses lain yang unik dengan cara fleksibel dan menarik.


Sejarah Batik 
(atas referensi tunggal Pameran Batik Love, Hope and Peace, Bandung 1-31 May, 2011)
Ditemukan pada Abad 4SM, seni pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk membentuk pola telah dikenal di Mesir. Seni ini diterapkan pada pembuatan kain pembungkus mumi. Linen dicelupkan ke lilin, dan dipahat dengan alat yang ujungnya tajam.


Batik Jepang

Di Afrika, teknik batik dikenal oleh Suku Yoruba (Nigeria), Suku Soninke dan Wolof (Senegal).
Pada 618 Masehi, di Asia batik diterapkan di Tiongkok semasa Dinasti T’ang (618-907).

Di India dan Jepang, batik diaplikasikan pada Periode Nara (645-794)
Batik India

Batik Srilanka
Sekitar abad ke 6, menurut G.P. Rouffaer, seni batik diperkenalkan di Jawa dari Srilangka dan India.

Abad 13, kain bercorak batik telah ada di Nusantara sejak jaman kerajaan Majapahit, semasa Raja. Raden Wijaya (1294-1309). Patung R. Wijaya (koleksi Museum Nasional Indonesia) menggunakan motif kain batik.

Akan tetapi sebagai bahan sandang yang bercorak batik, juga ditemukan di luar Jawa seperti Sumatera, Jambi, dan pulau-pulau lain seperti Kalimantan dan Sulawesi.

Data sejarah menunjukkan kain batik awalnya dipakai sebagai jarit (bahasa Jawa), atau samping (bahasa Sunda). Kain ini hanya dipakai di lingkungan keluarga raja atau bangsawan yang kemudian meluas pada kalangan masyarakat biasa. Seiring berjalannya waktu, pemakaian batik tak terbatas sebagai jarit atau samping tetapi kemudian meluas sebagai seprei, taplak meja, peci dsb.

Pada 1518. Kitab Sunda Kuno, Sanghyang Siksakanda Ng Kareslan  memuat kata ‘pupunjengan, memetahan, tarukhata’ yang kini dikenal sebagai motif batik. Hal ini member gambaran bahwa budaya membatik merupakan bagian dari kebudaan masyarakat Jawa Barat sejak beberapa abad silam.

1641, pemunculan istilah batik ditemukan dari laporan seorang Konsul Hindia Belanda bernama Chastelin.  Kemudian munculah beberapa pengertian di antaranya dalam buku ‘The World of Indonesian Textile menyebutkan kata tik pada kata batik berasal dari bahasa Melayu berarti titik-titik atau tetes-tetes, maksudnya sama dengan menulis atau menggambar.

Pada abad ke-17 pada legenda dari literatur Melayu diceritakan oleh Sulalatus Salatin : Laksamana Hang Nadim dari kerajaan Malaka diperintahkan Sultan Mahmud untuk berlayar ke India. Sepulangnya, ia mesti membawa 140 kain serasah dengan pola 40 jenis  pada setiap lembarnya. Karena tak mampu memenuhi titah itu, Laksamana Hang Nadim membuat sendiri kain-kain tersebut. Sayangnya, kapalnya karam dalam perjalanan pulang. Ia hanya mampu membawa empat lembar kain dan membuat Sultan Mahmud kecewa. Menurut para penafsir kain serasah yang diceritakan tersebut merupakan kain bermotif batik.

1825-1830 Perang Diponegoro, Batik Priangan seperti Tasikmalaya, Garut, dan Ciamis umumnya bermotif geometris dengan warna-warna lembut. Batik ini cenderung dipengaruhi budaya Jawa (Yogyakarta dan Solo). Hal ini dapat dimengerti karena dalam catatan sejarah disebutkan bahwa keluarga bangsawan Jawa (Mataram) melindungi diri mereka ke Sukapura (sekarang Tasikmalaya) saat Perang Diponegoro.

1873, dalam bukunya The History of Java, Sir Thomas Stamford Raffles menulis seorang saudagar Belanda, Van Rijekevorsel memberikan selembar batik yang diperolehnya saat berkunjung ke Nusantara ke Museum Etnik di Rotterdam. Pada masa inilah batik mulai mencapai masa keemasannya. Banyak batik Nusantara yang diangkut ke Eropa. Di Amsterdam kini terdapat Tropenmuseum-dulu bernama Colonial Museum-dengan koleksi Batik Indonesia terbesar di dunia.

1889, Batik sudah dikenal masyarakat Eropa sebagai suatu mahakarya seni dari Nusantara. Hal ini tampak ketika Batik Indonesia dipamerkan dalam Exposition Universelle di Paris dan memukau seniman dan masyarakat yang berkunjung.

Akhir abad ke-18 awal abad ke-19 Batik menjadi popular di Nusantara. Diperkirakan batik mulai dikenal di Pekalogan sejak 1800. Menurut data yang dicatat Deperindag, motif batik Pekalongan ada yang dibuat pada 1802, motifnya pohon-pohon kecil di atas kain yang merupakan bahan baju.

1903, Pernikahan Kartini. Orangtua R.A. Kartini menjodohkannya dengan Raden Adipati Joyodiningrat, Bupati Rembang, yang sudah mengawini tiga perempuan.  Kartini menikah pada 12 November 1903. Pernikahan ini diluar kemauannya, tetapi Kartini menurut pada ayahnya. Beruntung suaminya memahami tujuan Kartini dan merestuinya mengadakan sekolah perempuan di beranda timur Kantor Pemerintah Rembang.  Kartini  meninggal setahun  kemudian pada usianya ke 25. Namun sampai saat ini jasanya terus dihargai dan hari kelahirannya diperingati setiap tanggal 21 April. Pada hari itu, kaum perempuan biasanya mengenakan kebaya dan kain batik.
Pada pernikahannya Kartini mengenakan kebaya dan kain batik bermotif parang yang biasa digunakan oleh para bangsawan. Suaminya mengenakan blangkon.

1920, muncul batik cap yang proses pembuatannya jauh lebih cepat dari batik tulis. Untuk membuat batik tulis, seorang perajin membutuhkan waktu dua sampai tiga bulan, sementara untuk batik cap hanya diperlukan 2-3 hari.

1949, Masa kejayaan Batik Garut. Kejayaan Batik Garut ditandai meningkatnya jumlah perajin batik yang sebelumnya sempat surut karena terjadi masa transisi pemerintahan dari Hindia Belanda, pendudukan Jepang sampai pada pemerintahan Republik Indonesia.
Ciri batik Garutan umumnya menggunakan warna kalem, dengan dasar warna pulas gading (atara krem dan soga), sedangkan motifinya diberi warna tua (merah, biru, coklat, hijau tua).

1 Maret 1944 Jepang membentuk Jawa Hokokai atau Himpunan Kebaktian Rakjat Djawa sebagai pengganti Pusat Tenaga Rakyat (Putera). Pemimpin tertinggi perkumpulan ini adalah Gunseikan dan Soekarno sebagai penasihat utamanya. Djawa Hokokai merupakan kumpulan dari Hokokai atau jenis pekerjaan (profesi), antara lin Izi Hokokai (Himpunan Kebaktian Dokter), Kyoiku Hokokai (Himpunan Kebaktian Pendidik), Fujinkai (Organisasi  wanita) dan Keimin Bunko Syidosyo (Pusat budaya). Perkumpulan ini adalah pelaksana pengerahan atau mobilisasi (penggerakan) barang yang berguna untuk kepentingan perang. Organisasi Jawa Hokokai menggunakan batik sebagai seragam.

1955, Konferensi Asia Afrika merupakan pertemuan pertama bagi bangsa-bangsa kulit berwarna. Saat itu, batik telah dikenakan delegasi Indonesia dan delegasi dari Negara lain, salah satunya oleh Momolu Dukuly, ketua delegasi Liberia. 18 April 1955 pagi hari, jelang pembukaan KAA, tamu-tamu dari berbagai Negara melakukan jalan kaki dari hotel tempat mereka menginap menuju Gedung Merdeka. Saat itu adalah momen yang luar biasa. Kebanyakan Negara baru merdeka. Setiap orang melangkah dengan penuh kebanggaan  termasuk Delegasi Liberia. Hamper seluruh anggota delegasi Negara tersebut mengenakan pakaian ala barat: setelan jas, dasi kupu2, topi fedora, beserta cerutu tebal di sela-sela jarinya, namun, Ketua Delegasi Momoku Dukuly, dengan bangga berjalan dengan mengenakan batik dari negaranya.

Pada KAA, batik dipamerkan dan Kelompok Angklung menggunakan seragam aneka ragam kain batik dengan kebaya.

Mei 1994,  ketika membuka sidang parlement Afrika Selatan, Presiden Afrika Selatan yang baru terpilih Nelson Mandela, mengenakan kemeja batik. Kemenangan Mandela adalah kemenangan bangsa Afrika Selatan atas kebijakan Aperheid yang merudung Negara itu selama puluhan tahun. Sebagai presiden berkulit hitam pertama di sana, Mandela menunjukkan identitas baru negaranya dengan mengenakan batik. Kemeja yang dirancang Desre Buirski itu umumnya memiliki corak dan warna-warni yang cerah. Disana kemeja batik lantas dikenal sebagai ‘Madiba’s Shirt. Madiba adalah marga sekaligus panggilan saying rakyat Afrika Selatan kepada Mandela.

15 November 1994, Konferensi Tingkat Tinggi Asia Pacific Economic Cooperation (APEC) diselenggarakan di Bogor . Kepala Negara yang hadir mengenakan batik rancangan Iwan Tirta untuk sesi pemotretan.

2 Oktober 2009, UNESCO menetapkan Batik Indonesia, berdasarkan keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisa dan Non bendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible heritage of Humanity).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengumuman Finalis Lomba Desain Batik HUT RI ke-66

Gebrakan Generasi ke-3 Oey Soe Tjoen

Sepotong Cerita Indonesia