Gebrakan Generasi ke-3 Oey Soe Tjoen

Dalam dunia sejarah perkembangan batik di Indonesia, nama Oey Soe Tjoen memegang peranan sangat besar. Batiknya yang sangat halus, desain yang hidup dan pengerjaan yang ekstra telaten mengharumkan batik Pekalongan dan menjadi kategori incaran kolektor batik pesisiran. Batik Oey Soe Tjoen seharusnya menjadi koleksi wajib Museum Batik di Indonesia. Tidak ada diskusi tentang batik pesisiran Indonesia yang tidak memperhitungkan namanya begitu juga tidak ada buku tentang batik Pesisiran yang tidak menyebutkan ketenaran batiknya.

Untuk para kolektor batik, memiliki koleksi batik Oey Soe Tjoen merupakan salah satu tujuan pamungkas. Sama halnya dengan anda yang antusias dengan batik, melihat batik Oey Soe Tjoen dipamerkan di museum, membuat decak kagum tak berhenti berkumandang. Desain motif batiknya yang terkenal adalah motif buketan yang dipengaruhi gaya Belanda, motif Merak, Kupu dan gaya batik Jawa Hokokai. Motif utamanya terkenal dengan gradasi warna hingga tampak sangat hidup. Padahal untuk menampilkan efek itu, motif tersebut memerlukan pengerjaan sampai 3 kali pelekatan malam. Motif isen-isennya sangat rapat dan halus. Bayangkan menggambar dengan pena rotring bernomor 0.1 dan memang canting yang digunakan oleh pembatikan Oey Soe Tjoen seukuran dengan itu.


Halusnya pengerjaan batik dari canting 01 Pembatikan Oey Soe Tjoen
Kalau selama ini cuma bisa memelototi halusnya motif batik Oey Soe Tjoen di museum dan tak akan pernah menyangka bisa melihat tanpa kaca pelindung atau dibatasi dengan larangan memegang, penulis terkejut ketika disodorkan 2 koleksi batik oleh Widianti Widjaja, generasi ke-3 dari Oey Soe Tjoen. Batik pertama merupakan batik dari generasi pertama yaitu Oey Soe Tjoen (Opa dari Widianti) yang mendirikan pembatikan itu bersama istrinya Kwee Tjoen Giok Nio yang berjaya dari tahun 1925-1976. Batik yang ke-dua dari era generasi ke-2 yaitu Oey Kam Long, putra pasangan tersebut (ayah dari Widianti Widjaja) dan Ibunya Lie Tjien Nio pada tahun 1976-2002. Walaupun menggunakan nama Oey Soe Tjoen, sebenarnya pembagian tugas dalam menjalankan pembatikan adalah sebagai berikut: tugas Suami adalah dalam hal penjualan dan pewarnaan (pencelupan), tugas Istri adalah : mendesain motif dan pemeriksaan kualitas. Kesemuanya sekarang dilakukan sendiri oleh Widianti Widjaja.


Widianti yang lahir di Pekalongan tanggal 23 November 1976 ini menjelaskan perbedaan tanda tangan nama Oey Soe Tjoen dari era generasi pertama, generasi ke-dua dan saat dipegangnya sendiri. Karena batik Oey Soe Tjoen menjadi incaran para kolektor, maka beredar pula batik-batik palsu yang diberi nama Oey Soe Tjoen. Widianti dapat mengetahui mana yang asli buatan keluarganya ataupun yang palsu, tidak hanya dari tanda tangan tapi juga kehalusan pengerjaan batik tersebut.

Oma Widianti, Kwee Tjoen Giok Nio pernah membubuhkan namanya sendiri yang terkenal dengan Kwee Netty (panggilan Belandanya), tetapi ternyata penjualan tidak sebaik apabila berlabel Oey Soe Tjoen. Sampai saat ini masih saja beredar batik-batik palsu yang mencantumkan nama ‘Netty Kwee’ bukan ‘Kwee Netty’. Nama tenar keluarga yang pembatikannya berada di Jalan Kedungwuni ini masih saja dikutip untuk keuntungan pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, seperti dituturkan Widianti, lulusan Universitas Atmajaya Yogyakarta angkatan 1994. Masa SD dan SMP Widianti dihabiskan di Pius Pekalongan yang kemudian dilanjutkan ke SMA Negeri 1 Pekalongan.

Menurut Widianti, pada masa jayanya, Opa dan Oma bisa memiliki 100 an karyawan, yang pada masa ayah dan ibunya berkurang menjadi 40 orang, dan kini dibawah pimpinannya, tinggal 15 orang. Widianti menjelaskan bahwa dirinya hanya bisa mempertahankan yang terbaik yaitu pembatiknya yang konsisten dalam menjaga mutunya. Dalam setahun hanya bisa memproduksi 20 batik. Kini batik Oey Soe Tjoen dibawah pimpinannya, hanya bisa dipesan (tidak tersedia stok jadi) dan memerlukan waktu 2 tahun. Hanya pemesan serius yang telah memberikan DP kira-kira 20% yang akan dikerjakan batiknya.


Karya Widianti Widjaja yang menyabet posisi ke-2 Lomba Design Batik di Pekalongan
Upaya Widianti meneruskan usaha pembatikan Oey Soe Tjoen akan diputar dalam film dokumenter besutan sutradara terkenal Nia Dinata (Arisan, Berbagi Suami) yang melalui akun twitternya disuarkan akan berjudul “Batik….Our Love Story” Seperti diceritakan sedikit oleh Widianti, kini pekerjanya membatik di rumah mereka sendiri dan hanya pencelupan yang masih dilakukan di kediamannya di Kedungwuni. Pemeriksaan kualitas pekerjaan pembatiknya dilakukan secara berkala dengan berkeliling menggunakan motor ke rumah-rumah mereka. Film dokumenter Nia Dinata ini bakalan menjadi tontonan wajib pencinta batik Indonesia.

Ibu berputera 2 ini mengaku meneruskan bisnis keluarganya sebagai prioritas ke-tiga dalam menjalankan hidupnya setelah suami dan anak-anaknya. Ayahnya meninggal mendadak karena kanker hati, tetapi seperti yang diceritakannya rupanya ayahnya pelan-pelan telah  membekalinya ilmu untuk meneruskan pembatikan ini. Saat itu dengan rasa terpaksa Widianti meneruskan pembatikan Oey Soe Tjoen. Walaupun terpaksa, beberapa kreasi adaptasi dari motif Omanya lahir juga seperti motif Merak Manten. Caranya melahirkan adaptasi baru dari motif Omanya adalah dengan menggelar semua variasi motif yang pernah didesain Omanya dan dengan permintaan pemesan, maka diambilnya motif yang berukuran sesuai permintaan dan diadaptasinya motif tersebut untuk dikombinasikan dengan motif lain, disempurnakan dalam tata letak dan pemilihan warna dan isen-isen untuk memenuhi keinginan pemesan.


Karya Widianti yang belum diselesaikannya tentang Kisah Yesus
@batikIDku penasaran dengan keterpaksaan yang telah dijalani sejak tahun 2002, tetapi cukup kontras dengan hasil adaptasi desain brilian yang ditunjukkannya lewat album koleksi desainnya. Tak kuasa menahan, lantas keluar pertanyaan "Dengan adaptasi desain sebagus itu, pernahkah ada keinginan untuk menutup mata dari semua desain Oma dan keluar dengan desain sendiri?” Tak disangka pertanyaan ini menimbulkan binar-binar di mata Ibu yang ramah, dan sangat senang bercerita ini. Sambil menerawang Widianti menggangguk dan berikutnya beda sekali caranya bercerita. Dengan semangat ditunjukkannya karya desainnya yang menyabet tempat ke-dua lomba desain batik di kota  Pekalongan beberapa tahun lalu. Widianti yang rendah hati lupa nama ajang lomba desain tersebut. Ternyata tidak hanya itu hasil kreasinya sendiri. Masih ada satu lagi desain batik  yang menggambarkan kisah Yesus. Batik yang belum selesai dibuat ini, baru dicelup 1 warna, tetapi detail dari motif telah diselesaikan. Tidak berhenti di situ, akhirnya keluar juga karyanya yang lain lagi, dan yang satu ini membuat @batikIDku terperangah. Kagum dengan hasil karyanya tersebut, @batikIDku bertanya kapan karya sendiri ini akan dikeluarkan? Matanya semakin berbinar, rupanya terpantik semangatnya dan berjanji pada @batikIDku akan menggunakan batik desain tersebut, pada acara resmi di sekitar bulan Oktober, 2011 nanti.

 Tidak terasa 4 jam sudah kami berbincang. Obrolan yang sangat kaya terlebih membanggakan dari Widianti Widjaja, membuat @batikIDku menantikan datangnya bulan Oktober, bulan yang akan mengungkap Gebrakan Generasi ke-3 Pembatikan Legendaris Oey Soe Tjoen. Nantikan motif brilian dari Widianti Widjaja (Oey Kim Lian) tokoh Estafet Canting Menembus Waktu yang secara eksklusif akan diulas kembali di postingan mendatang @batikIDku.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepotong Cerita Indonesia

Pengumuman Finalis Lomba Desain Batik HUT RI ke-66