Batik di Afrika


(seperti dipaparkan pada Pameran Love, Hope and Peace
 Gedung Merdeka, Bandung 1-31 Mei, 2011)

Ada beragam tekstil batik di berbagai belahan Afrika, tetapi teknik membatik yang paling maju dapat ditemukan di Nigeria dimana orang-orang Yoruba membuat kain ‘Adire’. Ada dua metode pewarnaan dengan lilin yang digunakan. ‘Adire eleso’ yang memakai teknik ikat dan jahit serta ‘adire eleko’ yang menggunakan gumpalan pati. Gumpalan ini biasanya terbuat dari tepung tapioka, beras, tawas atau tembaga sulfat yang dididihkan bersama dan menghasilkan gumpalan yang tebal dan halus. Suku Yoruba di Afrika Barat menggunakan gumpalan pati ini sebagai lapisan pelindung warna, sementara masyarakat Senegal menggunakan gumpalan beras. Gumpalan-gumpalan ini digunakan dalam dua cara yang berbeda.

Sketsa digambar dengan stensil logam tipis yang fleksibel  atau perangkat yang terbuat dari kayu. Alat ini memungkinkan terbentuknya pola berulang yang akurat. Hal ini dilakukan oleh kaum pria.

Kain tradisional lalu didesain lebih lanjut menggunakan peralatan sederhana seperti bulu, tongkat tipis, sepotong tulang halus atau logam dan alat sisir dari kayu. Proses ini dilakukan oleh perempuan.

Pola kain biasanya merupakan tradisi keluarga yang diturunkan dari Ibu ke anak perempuan sebagai industri rumahan. Kain ini biasanya dibagi menjadi bujur sangkar atau segi empat panjang dan desainnya merupakan kejadian sehari-hari, ukiran, kegiatan, atau gambar taradisional atau sejarah suku.  Sebuah kain ‘eleko’ biasanya terdiri dari dua sampai dua setengah yard potongan kain dijahit menyatu. Banyak wanita bekerja sendirian atau dikerjakan bersama-sama dalam proses pencelupan lebih efektif. Kain yang lebih komersial adalah produk stensil yang biasanya diproduksi oleh laki-laki.

Pewarna tradisional adalah warna nila dari tanaman yang tumbuh di seluruh Afrika. Di banyak tempat, tanaman ini sekarang dibudidayakan dan varietas yang berbeda menghasilkan warna biru tua. Setelah kering, kain tersebut dicelup dalam pot tanah liat besar atau galian lubang. Setalah dikeringkan, gumpalan akan mengelupas dan menghasilkan warna putih atau biru muda. Kain yang biasanya digunakan adalah kain katun, walau kain yang lebih berharga adalah kain sutra alami. Beberapa tahun terakhir, terdapat kain lain yang menggunakan desain Afrika yang diproduksi di Inggris (baju Manchaster) dan Belanda. Kain yang diproduksi masal ini merupakan buatan mesin. Proses produksi yang sama kini dilakukan di banyak Negara Afrika.

Kain lumpur: kain ini dibuat oleh orang-orang Bamana Mali. Kain tersebut dicelup kuning dan dilapisi lumpur sungai. Warna kuning ‘meredup’ dan berubah menjadi cokelat gelap. Lumpur kemudian dibersihkan sehingga kain kembali ke warna aslinya. Ini menghasilkan kain dengan pola coklat dan putih dengan karakteristik gelap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepotong Cerita Indonesia

Gebrakan Generasi ke-3 Oey Soe Tjoen

Pengumuman Finalis Lomba Desain Batik HUT RI ke-66