Iwan Tirta, Maestro Batik Indonesia

Kiprah Iwan Tirta yang disampaikan berikut bersumber dari buku karyanya 'Batik Sebuah Lakon', penerbit Gaya Favorit Press, 2009

Motif Singo pada Keramik dan Kain Panjang
Iwan Tirta lahir di Blora, Jawa Tengah, 18 April '53 dari Ibu bernama Rahma Saleh yang berasal dari Bukittinggi, Sumatera Barat. Ibunya sempat bersekolah di STOVIA, sekolah kedokteran selama 2 tahun, satu-satunya wanita yang bersekolah di STOVIA saat itu. Sayangnya dengan praktik anatomi yang menggunakan jasad manusia membuatnya tidak nyaman hingga mengagalkan niatnya menjadi dokter. Ayahnya, Mohamaad Husein Tirtaamidjaja berasal dari Purwarkarta, Jawa Barat yang sempat menjabat Hakim Karisidenan. Karir beliau terakhir menjadi Hakim Agung Republik Indonesia.


Iwan Tirta kuliah di Fakultas Hukum, Universitas Indonesia (1953-1958), London School of Oriental & African Studies, London University (1959-1961), & dilanjutkan ke Yale University, USA 1964-1967.

Parang Kombinasi
Banyak inpirasi yang membuat Iwan Tirta kemudian terjun menekuni bisnis batik dan dengan rasa syukur yang dalam beliau dilahirkan dari keluarga progresif baik dalam hal pendidikan dan gaya hidup. Iwan Tirta dibesarkan dalam budaya Jawa yang kental di Madiun dan Bojonegoro. Ibu Iwan Tirta belajar dan akhirnya mengenali kualitas batik dengan baik dan selera baik atas batiknya banyak dipegaruhi suaminya yang memiliki prinsip 'Less is More' & ‘Hanya yang terbaik yang memadai’. Prinsip ini yang digunakan dalam menangani koleksi batiknya. Corak batik favorit Ibunya adalah Parang yang kemudian menjadi salah satu corak karya-karya andalannya. Koleksi yang dikumpulkan Ibunya kemudian diwariskan ke Iwan Tirta pada saat memulai bisnis batiknya.

Pada saat kuliah di London, Iwan Tirta mendapatkan tugas presentasi budaya dalam diskusi ilmiah di British Council. Iwan Tirta mengambil Batik sebagai tema yang akan dibawakan. Merasa belum cukup info tentang Batik, Iwan Tirta melakukan penelusuran dan terpukau dengan koleksi pustaka tentang batik Nusantara yang merupakan koleksi dari British Museum termasuk juga kain batik milik Raffles. Berkat penelusuran ini, Iwan Tirta bisa menyajikan kriya Batik Jawa yang mengesankan.  Informasi berharga tersebut kemudian menginspirasinya untuk membuat buku pertamanya tentang batik Jawa yang sangat digandrungi dan dihormatinya. Buku tersebut berjudul 'Batik, Pola dan Tjorak' yang diterbitkan tahun 1962 oleh Penerbit Djambatan.

Tokoh yang membawa pengaruh besar akan karya-karya batiknya adalah tempatnya menimba ilmu batik yaitu Panembahan Hardjonegoro (Go Tik Swan) ditemui pertama kali di Universitas Indonesia tahun 1953. Kesempatannya untuk mendalami batik sampai juga pada pembelajaran bisnis batik yang diperolehnya saat Go Tik Swan dikirim ke New York World Fair  ditahun 1964 selama 6 bulan, Go Tik Swan meminta Iwan Tirta mengawasi bisnis batik yang terpaksa ditinggalkan Go Tik Swan untuk keperluan tersebut.
Kecintaannya pada Budaya Jawa dengan sponsor Cornell University, Iwan Tirta kemudian meneliti dan menerbitkan 'A Bedaja Ketawang Dance Performance at the Court of Surakarta' tahun 1967. Dalam penelitian Bedaja Ketawang itu, Iwan Tirta mengenal pakar batik lain yang diantaranya Gusti Puteri (Permaisuri Mangkunegoro VIII), Praptini Partaningrat, dan Putri Ibu Kanjeng Wonogiri Harjowiratmo.

Motif Banji
Batik nusantara sempat mengalami masa surut  ketika transisi dari penjajahan Belanda, dan pendudukan Jepang . Dimotivasi oleh Ben Anderson, sahabatnya untuk tidak tinggal diam saja, menggerakkan niatnya ditambah pemikirannya sendiri bahwa kain batik kuno yg berharga tidak mungkin dipakai tetapi juga tidak boleh jadi sekedar Artefak . Maka menurut Iwan Tirta harus ada produk copy yang baru dengan pemaknaan baru. Kemudian Iwan Tirta berperan dalam menghidupkan kembali kain tradisional dalam percaturan kehidupan masa kini.

Perusahaan Batik Iwan Tirta Ramacraft selain memproduksi kain batik, juga kain interior. Batik tradisional Jawa dengan twist brilian hingga kemudian dikenal dengan 'Batik Iwan Tirta'.

Menurut Iwan Tirta ' Motif kuno itu plastis, dapat dipadu padan dengan kemungkinan tak terbatas. Walau motif kuno diubah dimensinya, tapi konsisten dengan isen-isen (lataran atau corak pengisi yang khas pada batik jawa).

Setelah Panembahan Hardjonagoro (Go Tik Swan), maka Iwan Tirta lah yang dipercaya mendesain batik untuk tamu negara RI.




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sepotong Cerita Indonesia

Gebrakan Generasi ke-3 Oey Soe Tjoen

Pengumuman Finalis Lomba Desain Batik HUT RI ke-66